Tuesday, May 27, 2014

Membuat Daftar Sheet Dengan Formula

Terkadang kita bekerja dengan menggunakan banyak Sheet, dan untuk mempermudah kita membuka sheet tertentu, akan lebih baik jika kita mempunyai Sheet Menu, dimana di dalam sheet tersebut berisikan daftar Sheet yang ada.
Proses manual tetap saja bisa dilakukan, tetapi untuk orang "malas" sudah bukan jamannya lagi pakai cara manual...

Nah bagaimana cara membuatnya ?
Ada 2 cara, yang pertama menggunakan macro, bagi macro mania pasti mudah sekali ya, cukup looping sejumlah sheet, kemudian tuliskan pada sheet Menu.
Cara kedua yang akan saya bahas disini adalah menggunakan Formula.

Caranya adalah sebagai berikut :
1. Buatlah Name dengan nama DaftarSheet, scopenya Workbook dan Formulanya adalah :
=REPLACE(GET.WORKBOOK(1),1,FIND("]",GET.WORKBOOK(1)),"")
Syntax GET.WORKBOOK bisa anda lihat disini


2. Kemudian pada Sheet Menu, silahkan anda tuliskan formula berikut ini :
=IFERROR(INDEX(DaftarSheet,Row()),"")
Karena Formula ini menggunakan fungsi Row(), maka untuk mendapatkan nama Sheet yang pertama, formula ini harus diletakkan pada Row 1

3. Jika ingin meletakkan pada baris yang diinginkan, Row(), bisa diganti dengan cara manual, atau merujuk pada Cell tertentu, seperti pada contoh :
=IFERROR(INDEX(DaftarSheet,A5),"")
 Copy formula ini sebanyak Sheet anda.


Dengan cara ini maka anda akan mendapatkan hasil pada Kolom B
Tetapi untuk kebutuhan Menu anda, maka hal ini kurang membantu...benar ?
Untuk menambahkan link ke sheet yang lain, maka tambahkan formula :
=HYPERLINK("#" & B5 & "!A1","Go to Sheet")
 Kemudian copy formula tersebut sebanyak baris nama Sheet anda.



Wednesday, May 21, 2014

Match With Multiple Criteria

Fungsi MATCH berfungsi untuk mendapatkan posisi suatu nilai dalam suatu array.

Syntax : MATCH(Lookup_Value, Array_Data, Match_Type)

Lookup_Value : Nilai yang akan dicari posisinya
Array_Data : Array (sekumpulan) data
Bagaimana jika ada lebih dari 1 kondisi ?
Caranya adalah dengan menggunakan fungsi Match dengan kriteria lebih dari 1
Fungsi ini menggunakan array formula

Syntax : MATCH(1,(Array_Data1=Kondisi1)*(Array_Data2=Kondisi2),0)

Sebagai contoh :
Jangan lupa, karena fungsi ini menggunakan array formula, setelah menuliskan formula akhiri dengan menekan tombol Ctrl + Shift + Enter
Jika berhasil maka akan nampak tanda { diawal formula dan } di akhir formula

Friday, May 16, 2014

Teori Analisis Korelasi


Sepanjang sejarah umat manusia, orang melakukan penelitian mengenai ada tidaknya hubungan antara dua hal, fenomena, kejadian atau lainnya. Usaha-usaha untuk mengukur hubungan ini dikenal sebagai mengukur asosiasi antara dua fenomena atau kejadian yang menimbulkan rasa ingin tahu para peneliti.Salah satu teknik pengukuran asosiasi / hubungan (measures of association) adalah analisis korelasi. Pengukuran asosiasi merupakan istilah umum yang mengacu pada sekelompok teknik dalam statistik bivariat yang digunakan untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel. Diantara sekian banyak teknik-teknik pengukuran asosiasi, terdapat dua teknik korelasi yang sangat populer sampai sekarang, yaitu Korelasi pearson product moment dan Korelasi rank spearman. Selain kedua teknik tersebut, terdapat pula teknik-teknik korelasi lain, seperti Kendal, Chi-square, Phi coefficient, Goodman-kruskal, Somer, dan Wilson.

Pengukuran asosiasi mengenakan nilai numerik untuk mengetahui tingkatan asosiasi atau kekuatan hubungan antara variabel. Dua variabel dikatakan berasosiasi jika perilaku variabel yang satu mempengaruhi variabel yang lain. Jika tidak terjadi pengaruh, maka kedua variabel tersebut disebut independen. 

contoh Penggunaan analisis korelasi, biasanya muncul pertanyaan-pertanyaan seperti berikut.

  1. Apakah ada korelasi antara skor motivasi bidan dengan skor kepatuhan menjalankan protap pencegahan infeksi?
  2. Apakah (makin) meningkatnya tarif puskesmas (Rp) akan diikuti dengan (makin) menurunnya jumlah kunjungan (org/bln)?

Setelah mengerti contoh penggunaan analisis korelasi. kemudian melihat jwaban dari pertanyaan tersebut yang artinya jawaban dari pertanyaaan diatas. Korelasi bermanfaat untuk mengukur kekuatan hubungan antara dua variabel (kadang lebih dari dua variabel) dengan skala-skala tertentu. skala tertentu maksudnya disini yaitu jenis data yang kita gunakan. Nah, jenis skala yang digunakan menentukan metode analisis korelasi apa yang digunakan.

Variable Y\XNumerik XOrdinal XNominal X
Numerik YPearson rBiserial rbPoint Biserial rpb
Ordinal YBiserial rbSpearman rho/Tetrachoric rtetRank Biserial rrb
Nominal YPoint Biserial rpbRank Bisereal rrbPhi, L, C, Lambda
Interpretasi analisis korelasi dilihat dari nilainya. Kuat lemah hubungan diukur diantara jarak (range) 0 sampai dengan 1. Untuk memudahkan melakukan interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel digunakan kriteria seperti berikut: 
Nilai KorelasiKeterangan
0 ≤ r < 0,2Sangat lemah
0,2 ≤ r < 0,4lemah
0,4 ≤ r < 0,6Sedang
0,6 ≤ r ≤0,8Kuat
0,8 ≤ r ≤1Sangat kuat
 Kuat korelasi

Sedangkan untuk melihat hubungan dari dua variabel dilihat dari tandanya yaitu positif dan negatif. 

Arah hubungan dari analisis korelasi:

  • Arah hubungan positif, berarti Apabila nilai variabel ditingkatkan , maka akan meningkatkan nilai variabel yang lain. Apabila nilai variabel diturunkan , maka akan menurunkan nilai variabel yang lain.
  • Arah hubungan negatif, berarti Apabila nilai variabel ditingkatkan , maka akan menurunkan nilai variabel yang lain. Apabila nilai variabel diturunkan , maka akan meningkatkan nilai variabel yang lain.
    arah korelasi
Penjelasan dari korelasi di atas hanya menjelaskan tentang korelasi antara dua variabel. Ternyata korelasi bukan hanya itu lho. ada satu lagi. berikut sedikit penjelasan tentang teknik-teknik korelasi berdasarkan banyaknya variabel.

Macam korelasi berdasarkan banyaknya variabel yg terlibat:

  1. Korelasi sederhana (simple):
    Angka yang menggambarkan arah kuatnya hubungan antara dua variabel.
  2. Korelasi ganda (multiple):
    Angka yang menggambarkan arah dan kuatnya hubungan antara lebih dari dua variabel secara bersama-sama dengan variabel lainnya

Tahap Pengujian Koefisien Korelasi

Terdapat dua metode yang biasa digunakan untuk menguji kebermaknaan koefisien korelasi. Metode pertama dengan menggunakan Uji-t dan Metode kedua dengan menggunakan tabel r. Berikut Bagan Alir untuk pengujian hipotesis.
flowchart analisis korelasi

Koefisien Determinasi

Selain korelasi, ada juga saudaranya yang mirip analisisnya yaitu koefisien determinasi. Koefesien diterminasi merupakan proporsi variabilitas dalam suatu data yang dihitung didasarkan pada model statistik. Definisi berikutnya menyebutkan bahwa koefisien deteminasi merupakan rasio variabilitas nilai-nilai yang dibuat model dengan variabilitas nilai data asli. koefisien determinasi disimbolkan dengan r2. Dari simbol tersebut bisa kita ketahui bahwa untuk memperoleh nilai koefisien determinasi dengan cara kuadrat nilai korelasi. Secara umum r2 digunakan untuk melihat sebarapa besar pengaruh variabel bebas (x) terhadap variabel terikat (y)

Dengan demikian jika kita menggunakan korelasi sebaiknya jangan menggunakan koefesien determinasi untuk melihat pengaruh X terhadap Y karena korelasi hanya menunjukkan adanya hubungan antara variabel X dan Y. Jika tujuan riset hanya untuk mengukur hubungan maka sebaiknya berhenti saja di angka koefisien korelasi. Sedang jika kita ingin mengukur besarnya pengaruh variabel X terhadap Y sebaiknya menggunakan rumus lain, seperti regresi atau analisis jalur. 

Sunday, May 11, 2014

Kopdar 2 Belajar-Excel

Minggu, 11 Mei 2014, berlangsung KOPDAR (Kopi Darat) ke-2 komunitas pemakai Excel yang tergabung di milis/group belajar-excel@yahoogroups.com.

Acara kangen-kangenan yang diisi dengan bagi ilmu model seminar ini dilaksanakan di perumahan Alam Sutra, Tangerang (Banten). Hadir pada acara tersebut 27 orang anggota komunitas, termasuk Mr. Kid, Pak Hendrik Karnadi, Bang Aliif, Bang Dwint, dan-lain-lain.

Seperti pada Kopdar pertama, kali ini panitia masih mengusung Mr. Kid sebagai pembicara, dengan topik VBA.

Berikut ini beberapa foto suasana kopdar:






Monday, May 5, 2014

Konsep Analisis Korelasi Kanonik

Analisis korelasi kanonik (canonical analysis) pertama kali diperkenalkan oleh Hotelling (1936), sebagai suatu teknik statistika peubah ganda (Multivariat) yang menyelidiki keeratan hubungan antara dua gugus variabel. Gugus maksudnya disini kelompok. Satu gugus variabel diidentifikasikan sebagai gugus variabel penduga (independent variables), sedangkan gugus variabel lainnya diperlakukan sebagai gugus variabel respon (dependent variabel). Dan melalui ketergantungan (dependency) antar kedua gugus variabel tersebut dapat dijelaskan pengaruh dari satu gugus variabel terhadap gugus variabel lainnya.

Analisis korelasi kanonik adalah salah satu teknik analisis statistik yang digunakan untuk melihat hubungan antara satu kumpulan peubah independen dengan satu kumpulan peubah dependen . Analisis ini dapat mengukur tingkat keeratan hubungan antara satu kumpulan peubah dependen dengan satu kumpulan peubah independen. Disamping itu, analisis korelasi kanonik juga mampu menguraikan struktur hubungan di dalam kumpulan peubah independen.
Agar lebih jelas dari penjelasan di atas. kita ilustrasikan dengan contoh. Misalnya kita ingin mengetahui tingkat keeratan hubungan antara penggunaan Facebook terhadap perilakunya. Gugus Penggunaan facebook ini terdiri dari beberapa variabel yaitu lama mengakses Facebook dalam sehari, jumlah teman dalam account Facebook, kecanduan pada Facebook, motivasi penggunaaan Facebook, aktivitas penggunaan Facebook, kontrol orang tua, dan lama menjadi anggota Facebook, Sedangkan gugus perilaku yang terdiri dari perkembangan sosial siswa SD, lama jam belajar, dan prestasi belajar. Begitulah sedikit gambaran dari penggunaan korelasi kanonik. Mudah lebih paham.

Hair, et al, memberikan langkah-langkah dalam membentuk analisis korelasi kanonik, yaitu:

  1. Menentukan tujuan dan menspesifikasikan masing-masing kumpulan peubah.
    Data yang tepat untuk analisis korelasi kanonik adalah dua kumpulan peubah baik metrik maupun nonmetrik. Diasumsikan bahwa tiap kumpulan dapat diberikan beberapa arti teoritis, setidaknya satu kumpulan dapat didefenisikan sebagai kumpulan peubah dependen dan kumpulan yang lain sebagai kumpulan peubah independen.
  2. Menentukan jumlah observasi per peubah dan total ukuran sampel.
    Sampel yang sedikit tidak akan merepresentasikan peubah dengan baik. Demikian juga sampel yang besar akan memiliki kecenderungan signifikan secara statistik dalam segala hal, namun secara praktik tidak mengindikasikan signifikan. Peneliti diharapkan untuk mempertahankan setidaknya sepuluh pengamatan per peubah.
  3. Pengujian asumsi.
    Sebelum proses lebih lanjut terlebih dahulu diuji berbagai asumsi yang harus dipenuhi meliputi linieritas, berdistribusi multivariat normal, homoskedastisitas dan nonmultikolinieritas.
    1. Adanya hubungan yang bersifat linier antara dua peubah
      Untuk mengetahui ukuran kelinieran dari dua peubah dapat dilihat dari koefisien determinasi (R2). Koefisien determinasi menyatakan proporsi keragaman total nilai-nilai peubah dependen yang dapat dijelaskan oleh nilai-nilai peubah independen melalui hubungan linear tersebut. Nilai koefisien determinasi terletak antara 0 dan 1. Jika semua observasi terletak sepanjang garis linier maka koefisien determinasi bernilai 1. Jika slope dari garis regresi yang sesuai adalah 0 dan koefisien determinasi 0, berarti tidak ada hubungan linier antara independen dan dependen, dan peubah bebas independen tidak membantu dalam mengurangi keragaman dependen dengan regresi linear.
    2. Perlunya data menyebar multivariat normal
      Pemeriksaan asumsi multivariat normal dapat dilakukan dengan analisis grafik dan tes statistik dengan nilai skewness dan kurtosis. Metode pengujian multivariat normal dengan test based on skewness dan kurtosis statistic terdiri atas dua statistik uji, yaitu skewness dan kurtosis,
    3. Tidak ada multikolinieritas antar anggota kelompok peubah, baik peubah tidak bebas maupun peubah bebas. Ada dua metode untuk mendeteksi terjadinya multikolinieritas, yaitu metode informal dan formal. Metode formal dengan melihat nilai VIF.
  4. Memilih fungsi kanonikMaksimum fungsi kanonik yang terbentuk adalah minimum jumlah peubah dalam setiap kumpulan. Penentuan fungsi yang akan dipilih adalah berdasarkan tingkat signifikansinya. Ketika semua fungsi signifikan dapat melihat korelasi kanoniknya, tidak ada ukuran yang pasti mengenai seberapa besar hubungan yang harus terbentuk, faktor loading mungkin menjadi alternatif dalam menentukan ukuran yang bermakna. Faktor loading lebih besar dari 0,5. Selain hal ini, jika dilihat masih terlalu banyak fungsi yang harus didefenisikan, maka dapat melihat redundancy-nya. Jhonson dan Wichern, 2002 menyatakan dapat menggunakan ukuran yang terdapat pada analisis komponen utama mengenai keragaman kumulatif dari pasangan peubah kanonik dalam menerangkan keragaman data yang akan dianalisis lebih lanjut yaitu minimum keragaman kumulatif sebesar 80 persen.
  5. Menginterpretasikan peubah kanonik.
    Ada tiga metode yang dapat digunakan antara lain canonical weight (bobot kanonik), canonical loading (beban kanonik), dan canonical cross-loading.
    1. Bobot kanonik
      Bobot kanonik menggambarkan besarnya kontribusi peubah asal dalam peubah kanoniknya dalam satu kumpulan. Peubah yang memiliki angka koefisien yang besar maka memberikan kontribusi lebih pada peubah kanoniknya, begitu pula sebaliknya. Kemudian untuk peubah yang memiliki bobot yang berlawanan tanda, menggambarkan hubungan kebalikan dengan peubah kanonik lainnya, dan peubah yang memiliki tanda sama memiliki hubungan langsung atau searah. Bobot kanonik memiliki beberapa kelemahan yang menjadikannya jarang digunakan untuk interpretasi fungsi kanonik. Kelemahannya adalah sifat yang hanya menggambarkan besarnya kontribusi peubah-peubah asal terhadap peubah kanoniknya. Kontribusi tersebut dinilai tidak akurat dalam merefleksikan hubungan antar peubah. Selain itu, nilai ini dikatakan tidak akurat untuk menggambarkan hubungan antar peubah karena rentan/sensitif terhadap adanya multikolinieritas. Selain itu sangat tidak stabil dari satu sampel ke sampel lain.
    2. Beban kanonik
      Beban kanonik juga disebut sebagai korelasi struktur, mengukur korelasi linier yang sederhana antara data observasi di peubah independen atau dependen dengan kumpulan peubah kanoniknya. Dalam SPSS, nilai beban kanonik dapat dilihat pada korelasi antara peubah dependen maupun peubah independen dengan peubah kanoniknya. Peubah asal yang memiliki nilai beban kanonik besar (>0,5) akan dikatakan memiliki peranan besar dalam kumpulan peubahnya. Sedangkan tanda beban kanonik menunjukkan arah hubungannya. Semakin besar nilai beban kanonik maka akan semakin penting peranan peubah asal tersebut dalam kumpulan peubahnya. Beban kanonik lebih baik dalam menginterpretasikan hubungan antar peubah dari pada bobot kanonik karena kelemahan-kelamahan yang ada pada bobot kanonik.
    3. Canonical cross-loading
      Bobot kanonik dan beban kanonik hanya melihat kontribusi dan korelasi terhadap peubah kanoniknya dalam satu kumpulan. Sedangkan cross loading digunakan untuk melihat korelasi antar peubah asal dalam satu kumpulan dengan peubah kanonik pada kumpulan yang lainnya. Semakin besar nilai ini, maka dapat menggambarkan semakin erat pula hubungan antara kedua kumpulan.
Melihat berbagai alternatif dalam menginterpretasikan peubah kanonik, maka memilih penginterpretasiannya dapat menggunakan berbagai ukuran tersebut. Biasanya peneliti menggunakan cara mana yang ada atau ditampilkan dalam software pengolah data. Karena canonical cross-loading tidak diberikan output secara langsung, namaun dapat dihitung manual, menjadikan beban kanonik sering diinterpretasikan untuk peubah kanonik.